Laman

Minggu, 31 Agustus 2014

Merokok? Tahu Diri, Tahu Waktu, dan Tahu Tempat, Dong!



Merokok identik sekali dengan kelaki-lakian, bahkan sebagian orang berpendapat bukan lelaki namanya kalau tidak merokok. Walaupun hanya sekedar menghisap asap tapi entah mengapa hal itu menjadi ngetren dikalangan para lelaki. Pagi-pagi sudah nyeruput secangkir kopi plus asap ngebul keluar dari mulut dan lubang hidung. Katanya sih, mereka lebih tahan untuk tidak makan daripada tidak merokok karena kalau tidak merokok mulut berasa asam dan timbul perasaan gelisah tak karuan. Mungkin itu salahsatu alasan dari mereka yang sudah kecanduan rokok. Lain lagi halnya dengan salahsatu supir angkot kalijati-subang yang berpendapat bahwa merokok itu sebaiknya jangan dirutinkan, ngga baik, katanya. Merokok boleh-boleh saja, terutama kalau mau sedikit nampang dihadapan para wanita, katanya lagi. Yaa, begitulah sebagian alasan dari mereka yang suka merokok.


Bagi saya pribadi, merokok merupakan perbuatan yang kurang baik. Terlebih lagi saya termasuk orang yang memegang pendapat bahwa rokok itu termasuk barang haram. Sewaktu kecil kedua orangtua telah memberikan nasehat kepada saya dan adik-adik agar tidak mengikuti kebiasaan orang banyak yang tidak baik (salahsatunya ialah merokok). Mereka menasehatkan agar lebih baik uang itu ditabungkan atau digunakan untuk sesuatu yang bermanfaat daripada digunakan untuk membeli rokok. Maka dari itu, pantaslah sampai sekarang nasehat itu masih terngiang-ngiang ditelinga sehingga membuat kami berfikir dua kali untuk merokok. Memang benar perkataan sebagian orangtua bahwa mendidik atau menanamkan kebaikan pada anak itu harus sedari kecil, jika tidak kedepannya pasti akan merepotkan orangtuanya. Dan kenyataannya saya dapati dari teman-teman sewaktu SMP dan SMA, mereka yang suka merokok rata-rata adalah anak-anak yang dipandang "tidak baik", dan sebagiannya merepotkan orangtua dan pihak sekolah.

Sebagai orang yang anti rokok tentunya saya benci dengan ulah sebagian para perokok. Nah, kali ini saya ingin sekali berbagi pengalaman mengenai sikap egois para perokok tersebut. Yuk, langsung saja :

1. Para 'ulama yang berpendapat bahwa merokok itu hukumnya makruh, bukan haram. Setahu saya mereka yang berfatwa demikian adalah perokok juga. Jadi, saya sendiri mempertanyakan mengenai fatwa mereka itu, apakah fatwanya itu berdasarkan kebenaran ataukah hanya berupa pembenaran saja? Perhatian, setahu saya lho, ya! Kalau misalnya ternyata ada 'ulama yang tidak merokok dan memfatwakan rokok itu tidak haram, yaa point pertama ini tak usah ditanggapi.

2. Orang yang merokok di angkot, elep, bus, dan transportasi umum lainnya. Tidak jarang saya dapatkan para perokok dengan enjoy-nya "ngelepus" di dalam elep yang tertutup, sumpek pula. Padahal orang-orang disekitarnya (yang memang sebagian besarnya ibu-ibu) menutup hidungnya. Saya sering menggerutu dalam hati, "Nih orang tak punya perasaan, ya? Sudah tahu orang-orang disekitarnya tidak suka dengan apa yang dilakukannya, eh ini mah hare-hare wae seperti tidak ada orang disekitarnya." Dan kejadian ini sering saya dapatkan hampir di setiap tempat umum. Karena hal inilah saya berani menyimpulkan bahwa para perokok itu orang egois, orang yang mau dihargai tapi tak mau menghargai.

3. Merokok di tempat umum yang tertutup, salahsatunya ialah kamar mandi dan WC. Seringkali saya dapatkan ruangan WC tertutup oleh kabut asap rokok, padahal saya hendak menggunakan WC tersebut. Oleh karena itu, terkadang saya tidak jadi menggunakan WC itu daripada saya harus menghirup asap beracun di ruangan yang tertutup. Kadang saya berfikir memang apa enaknya merokok di WC, memangnya apa asyik menghirup asap rokok ditambah pula menghirup bau pesing dan bau tak sedap?!.

4. Merokok di sekolah. Yang sering membuat saya "keder" ialah perbuatan sebagian guru yang melarang murid-muridnya untuk tidak merokok di area sekolah tetapi ia sendiri seenaknya saja merokok di area sekolah bahkan di dalam kelas saat ia mengajar. Pernah saya dapatkan oknum guru yang menampar muridnya yang ketahuan merokok tapi di waktu lain saya dapatkan guru tersebut ketahuan merokok di ruangan guru. Saya berpendapat seharusnya guru yang seperti ini ditampar juga, biar tahu rasa.

Oke, itulah sebagian pengalaman saya. Sebenarnya saya menghargai mereka yang suka merokok, mereka berhak menentukan pilihan mereka, dan mereka juga berhak mengekspreskan diri dengan cara seperti itu karena memang ada perbedaan pendapat mengenainya. Tapi, sikap penghargaan saya menjadi luntur ketika mereka bersikap egois, mau menang sendiri. Tak mau perbuatannya dilarang tetapi ia sendiri tak pandai "ngarampa" perasaan oranglain. Padahal mereka sah-sah saja merokok asalkan tahu diri, tahu waktu dan tahu tempat. Gitu saja, kok susah!!!

Segitu dulu, Ah, dari saya. Mungkin di lain kesempatan bisa ditambahkan lagi mengenai keanehan para perokok ini. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Para Pengunjung yang budiman! Silahkan untuk memberikan saran, kritikan, dan komentarnya mengenai artikel yang ada di web ini. Namun, tetap memperhatikan etika dalam memberikan saran, kritikan, dan komentar.