Laman

Senin, 17 Februari 2014

Keanehan Kaum Sufi : Andaikan Surga dan Neraka Tak Pernah Ada

“Jika surga dan neraka tak pernah ada, masihkah kau bersujud kepada-Nya?”

Kalimat di atas pertamakali saya dengar ketika saya masih duduk di bangku SD. Kelas berapa? Sayang, saya sudah lupa. Kalimat tersebut dibawakan oleh dua orang penyanyi terkenal yang sudah tak asing lagi bagi para pecinta musik pop dan pop-rock. Waktu itu, saya enjoy-enjoy saja mendendangkan kalimat tersebut, toh hanya anak ingusan yang tak tahu makna dari apa-apa yang dinyanyikan, yang penting nadanya enak. Namun, seiring berjalannya waktu dan seiring bertambah pula wawasan tentang ilmu agama, saya akhirnya ngeh dengan makna dari kalimat tersebut. Ternyata, kalimat tersebut merupakan kalimat yang sering digunakan oleh kaum sufi (salahsatu aliran dalam islam) dalam mendefiniskan kata ikhlash.

Kalimat tersebut bagi saya sekarang terdengar aneh, mengapa? Ini beberapa alasannya :


1. Kalimat tersebut mengimplikaskan bahwa orang yang beribadah dengan mengharap surga dan takut neraka bukanlah orang yang ikhlas dalam beribadah. Padahal ikhlas dalam beribadah merupakan syarat diterimanya suatu ibadah. Ini menunjukkan bahwa ibadah orang tersebut tidak akan diterima oleh Alloh –‘Azza Wa Jalla-. Jika memang demikian, apa tujuannya Alloh “ngabibita” hamba-hamba-Nya dengan surga dan menakut-nakuti hamba-hamba-Nya dengan neraka? Bahkan dalam firman-Nya, Alloh memerintahkan untuk berlindung kepada-Nya dari adzab neraka! Plus doa-doa para Nabi dan Rosul, para shiddiqiin, para sholihiin, yang berisikan harapan akan surga dan takur akan neraka. Lha, kalau begitu ibadah mereka tidak ikhlas, dong?

2. Kalimat tersebut dalam pandangan saya bertentangan dengan hadits-hadits Nabi dan Atsar para sahabat. Banyak sekali hadits-hadits Nabi yang berisikan doa-doa agar di masukkan kedalam surga dan dijauhkan dari adzab neraka. Bahkan Rosululloh pun tersenyum ketika menceritakan tentang kenikmatan surga dan sering menangis ketika menceritakan tentang adzab neraka, yang ini menunjukkan bahwa beliau rindu dengan surga dan takut pada neraka. Kemudian, didapatkan pula suatu riwayat dari sahabat yang selalu melayani Rosululloh. Suatu ketika Rosululloh bertanya padanya untuk meminta sesuatu pada beliau atas pelayanan yang selama ini diberikannya. Sahabat ini malah berkata bahwa dia hanya ingin masuk surga bersama dengan Nabi. Apakah Nabi menyalahkan permintaan sahabat tersebut? Tidak, sama sekali tidak! Bahkan beliau malah berkata, “Kalau begitu tolonglah aku untuk memenuh keinginanmu tersebut dengan memperbanyak sujud”. Dan masih banyak lagi riwayat-riwayat lainnya.

3. Dari beberapa biografi para ‘ulama ahlussunnah yang saya baca, semuanya menunjukkan bahwa mereka mengharap surga dan takut dengan neraka. Betapa sering saya membaca bahwa mereka menangis ketika membaca atau mendengar ayat , membaca atau mendengar syair  yang berisikan berita tentang akhirat, surga dan neraka. Ketika ditanya, mereka menjawab bahwa mereka tidak tahu dengan keadaan mereka di akhirat apakah akan dimasukkan kedalam surga atau malah dimasukkan kedalam neraka. Ini menunjukkan bahwa para ‘ulama ahlussunnah mengharapkan surga dan takut pada neraka. Lantas darimanakah kalimat yang selalu digunakan kaum sufi diambil?

4. Pada pelajaran mengenai ibadah, para ‘ulama ahlussunnah mengatakan bahwa ibadah itu berlandaskan tiga hal, yiatu kecintaan, rasa takut, dan harapan. Ketiga hal tersebut harus ada dalam ibadah seorang hamba, apabila salahsatunya tidak ada maka ibadah tersebut mengalami kecacatan. Bahkan sebagian mereka mengatakan bahwa barangsiapa yang beribadah kepada Alloh hanya berdasarkan kecintaan saja maka dia adalah seorang zindiq. Coba dilihat kembali kalimat yang sering digunakan oleh kaum sufi tersebut! Terlihat bahwa definisi ikhlas menurut mereka terbatas pada kecintaan pada Alloh saja. Bukankah ini termasuk zindiq menurut sebagian ‘ulama yang telah saya bawakan perkataannya?

5. Pengandaian yang ada pada kalimat tersebut, dalam pandangan saya merupakan pengandaian yang terlarang. Mengapa? Coba saja perhatikan, “Jika surga dan neraka tak pernah ada...”, padahal Alloh dan Rosul-Nya telah menjelaskan bahwa surga dan neraka itu ada, bukan sesuatu yang berpeluang ada atau tiada. Lha, ini memisalkan tidak ada! Memangnya surga dan neraka itu ibarat peluang apakah hari ini hujan atau tidak?  Bukankah kalimat “Jika surga dan neraka tak pernah ada...”, jelas-jelas menyelisihi takdir yang telah Alloh tetapkan, yaitu ada? Lantas kenapa tidak sekalian saja berkata begini, “Jika Alloh tak pernah ada, masihkah kau bersujud pada-Nya?”.  Saya rasa semua orang muslim tahu bahwa kalimat ini keliru besar.

Kemudian, seorang sufi berkomentar, “Maksudnya begini, ibarat anak kecil yang tidak mau sekolah kalau tidak dibelikan jajan dan hanya akan sekolah kalau dibelikan jajan”. Bagi saya permisalan ini keliru, dilihat dari beberapa sisi : Pertama, apakah seseorang itu sekolah dengan tujuan untuk mendapatkan jajan atau ilmu? Pastilah, ilmu! Karena itulah tujuan sebenarnya seseorang itu sekolah. Nah, tujuan sebenarnya dari ibadah yang dilakukan oleh hamba adalah meraih ridho Alloh, yaitu surga. Dengan demikian, permisalan tersebut keliru karena tujuan yang sebenarnya berbeda. Kedua, kalimat, “Kalau tidak dibelikan jajan...” apabila ini merupakan permisalan dari perbuatan Alloh, yaitu memberikan balasan pada hamba-Nya yang beramal sholih dengan surga-Nya maka ini keliru besar karena Alloh sendiri yang telah berjanji akan memberikan surga kepada hamba-hamba-Nya yang beramal sholih. Maka apakah mungkin Alloh akan mengingkari janji-Nya? Kalimat tersebut seolah-olah meragukan janji-janji Alloh atas hamba-hamba-Nya. Saya rasa cukup dua itu dulu.

6. Kalimat tersebut jika kita perluas menjadi seperti ini : Jika surga dan neraka tak pernah ada maka keburukan tak pernah ada. Jika keburukan tak pernah ada maka iblis tak pernah membangkang pada Tuhannya. Jika iblis tak membangkang pada Tuhannya maka Nabi Adam tak pernah diciptakan. Jika Nabi Adam tak pernah diciptakan maka kholifah di muka bumi tak pernah ada. Jika kholifah di muka bumi tak pernah ada maka bumi tak pernah ada. Jika bumi tak pernah ada maka langit tak pernah ada. Jika langit tak pernah ada maka penduduk langit tak pernah ada. Dengan demikian, hanya ada Alloh –‘Azza Wa Jalla- saja. Lalu, untuk pertanyaan pada kalimat tersebut dapat dijawab dengan mudah “Jika surga dan neraka tak pernah ada, masihkah kau bersujud kepada-Nya?”, Jawabnya : Tidak, karena hanya ada Alloh saja, tidak ada makhluk. Kesimpulannya, pernyataan pada kalimat “Jika surga dan neraka tak pernah ada, masihkan kau bersujud pada-Nya” adalah sangat-sangat keliru besar.

7. Masih hangat, tadi pagi, Al-Ustadz Abu Kholid Resa Gunarsa –Hafizhohulloh- menjelaskan tentang kaitan antara doa dengan takdir. Salahsatu pembahasan yang cocok untuk point ini ialah bahwa Alloh –‘Azza Wa Jalla- akan murka pada hamba-Nya yang tidak mau berdoa kepada-Nya. Salahsatu doa ialah meminta surga dan perlindungan dari adzab neraka. Telah diketahui bahwa, doa adalah ibadah. Berarti, berdasarkan kalimat kaum sufi tersebut doa tidak boleh berisikan meminta surga dan perlindungan dari neraka.  Jika berdoa meminta surga dan perlindungan dari neraka tidak boleh maka meminta suatu kebaikan di dunia pun tidak boleh. Lha, kalau begitu bagi kaum sufi, berdoa itu isinya apa saja, minta surga dan dijauhkan dari neraka tidak boleh, minta kebaikan di dunia juga tidak boleh?.

Saya rasa cukup, beberapa point di atas saya rasa telah mewakili keanehan yang dirasakan oleh hatiku terhadap kalimat aneh kaum sufi tersebut. []

10 komentar:

  1. paling mudah mengkritik,menyalhkn.

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  3. Klo kamu benar kok gak jadi wali aja atau Sufi...
    Ente siapa bro.. Cuma menambah nama aja

    BalasHapus
  4. Siapa yg kamu sembah??
    Nama Allah, atau sifat Allah. Atau wujud Allah. Bisa jadi ciptaan Allah.
    Dan siapa Allah itu??
    Apakah anda sudah mengenal nya?
    Sufi jauh lebih baik dari pada kamu

    BalasHapus
  5. Otak ente blom nyampe bro dlm hal pemahaman dan makna penjabaran lirik lagu tersebut, sehingga anda dengan mudahnya menjudge bahwa aneh. 🤪

    BalasHapus
  6. Kalau masih bersuara& berhuruf memang potensi paham & tidak paham suatu keniscayaan,pro kontra wajib adanya memang tidak tidak linear itu bagus perkara nyampe atau belum bukan inti yg aslinya tidak tahu tinggi-rendah Maqom bahkan tidak bermain tidak punya derajat pangkat dll

    BalasHapus
  7. Anda masih perlu belajar banyak.

    BalasHapus
  8. Biarlah dia berasumsi bgtu, besok lusa kl allah kasih pemahaman yg benar bs jadi ga aneh lgi dg kalimat itu..

    BalasHapus
  9. Itu bukan perkataan ulama sufi ,tapi karangan Ahmad dani

    BalasHapus

Para Pengunjung yang budiman! Silahkan untuk memberikan saran, kritikan, dan komentarnya mengenai artikel yang ada di web ini. Namun, tetap memperhatikan etika dalam memberikan saran, kritikan, dan komentar.