Sekarang kita berpindah ke
point satu dari tulisan Kang Autumnfairy, Manusia Lain di Planet Lain :
===================================
“Apakah Tuhan memang
menciptakan Adam sebagai manusia pertama di Bumi? Mungkin. Tapi, kalian semua
pasti tahu, Planet Bumi hanyalah segelintir butiran pasir pada tepi pantai yang
luar biasa luas. Sistem Matahari (Tata Surya) kita pun, bukanlah apa-apa
dibandingkan dengan bintang-bintang lainnya. Bahkan, Galaksi Bima Sakti (Milky
Way) pun bukanlah merupakan galaksi yang terbesar. Sangatlah mungkin jika
terdapat berjuta-juta planet lain yang sangat mirip dengan Bumi, dan (tentu
saja) memiliki spesies Manusia yang lebih tua, diciptakan jauh sebelum masa
(nabi) Adam di Bumi.”
===================================
Saya sendiri tidak tahu
apakah memang ada manusia lain di planet selain bumi ataukah tidak.
Mengembalikan permasalahan ini kepada Al-Qur’an dan Hadits tentunya merupakan
jalan terbaik. Ada beberapa hadits yang sering digunakan sebagai dalil mengenai
“penghuni langit”. Diantaranya sebagaimana yang dibawakan oleh Bellato Union
dalam tulisannya yang berjudul “Bukti Arkeologis, Keberadaan Penghuni Langit DiBumi?”. Namun, tulisan tersebut tidak begitu jelas dalam menerangkan siapakah
“penghuni langit” yang dimaksudkan, apakah manusia ataukah makhluk lain?!.
Dalam kesempatan ini, saya akan sedikit membagi pemikiran saya yang berhubungan
dengan point ke-1 dari tulisan Kang Autumnfairy dan Kang Bellato
Union.
Karena point ke-1 dari
tulisan Kang Autumnfairy hanya menggunakan asas praduga maka saya akan
memulainya dari tulisan Kang Bellato Union. Dalam tulisannya, Kang Bellato
Union membawakan dalil,
======================================
“Sesungguhnya Allah dan para
Malaikat-Nya, serta para penghuni langit dan bumi, bahkan semut yang ada di
dalam lubangnya dan juga ikan, akan mendo’akan orang yang mengajarkan kebaikan
kepada ummat manusia”. (At-Tirmidzi, Kitab “al-’Ilm”, Bab “Maa Jaa- a fii
Fadhlil Fiqhi ‘alal ‘Ibaadah” (V/50, no. 2685). Dishahihkan oleh al-Albani
dalam kitab Shahiih Sunanut Tirmidzi (II/343). Lihat pula kitab Misykaatul
Mashaahiih dengan tahqiq al-Albani (I/74, no. 213).
Note : Pada Hadis di atas,
Rasulullah membedakan antara Malaikat dengan Penghuni Langit.
===================================
Saya berusaha mengecek
kredibilitas hadits tersebut dari berbagai tulisan. Dan saya dapatkan bahwa
hadits tersebut berderajat dho’if dari sisi sanad akan tetapi
karena memiliki penguat dari hadits-hadits lainnya yang berderajat shohih
maka hadits di atas pun terangkat derajatnya menjadi hasan shohih,
begitulah penuturan Imam At-Tirmidzi dan Syaikh Al-Albani –Rohimahumalloh-.
Di bawah hadits tersebut
terdapat catatan bahwa di sana terjadi dua penyebutan, yaitu para Malaikat dan
Penghuni Langit sehingga hal ini memungkinkan perbedaan antara Malaikat dan
penghuni langit. Secara zhohir, hadits di atas memberitahukan bahwa penghuni
langit adalah makhluk selain para Malaikat. Apakah memang benar seperti itu?
Saya memiliki kemungkinan jawaban dari dua sisi :
Pertama,
pemisahan penyebutan antara para Malaikat dan penghuni langit itu tidak selalu
berarti bahwa keduanya berbeda, bisa jadi keduanya sama atau bagian dari yang
lainnya. Pemisahan itu terjadi karena para Malaikat itu begitu mulia di sisi
Alloh –Subhanahu Wa Ta’ala- sehingga penyebutan mereka disandingkan
dengan nama-Nya. Pemahaman serupa dapat kita peroleh dalam Surat Al-Qodr ayat
ke-4,
“Pada
malam itu turun malaikat-malaikat dan Ar-Ruuh (Jibril) dengan izin
Tuhannya untuk mengatur segala urusan.”
Pada ayat
di atas terlihat jelas bahwa malaikat-malaikat dan Jibril dipisahkan
penyebutannya. Lantas, apakah dengan demikian kita bisa mengatakan bahwa Jibril
itu bukan malaikat? Tentu saja tidak melainkan jawabannya sebagaimana yang
telah dipaparkan di atas.
Kedua, bisa jadi memang keduanya berbeda. Akan tetapi, bukan berarti
penghuni langit itu sejenis makhluk seperti alien yang sering
digambarkan di film-film. Untuk memahami siapa itu penghuni langit tentunya
harus melirik hadits-hadits lain yang berkaitan dengan hal ini. Salahsatunya
ialah hadits mengenai perjalanan isro’-mi’roj Nabi –Shollallohu
‘Alaihi Wasallam-. Beliau menceritakan mengenai pertemuannya dengan para
penghuni langit, yaitu para Malaikat, ruh para Nabi dan Rosul, dan Nabi ‘Isa
Ibnu Maryam –‘Alaihimussalam-. Selain itu beliau juga bercerita mengenai
keadaan ruh orang-orang yang mati syahid di dalam surga beserta dengan
bidadari-bidadari yang ada di dalamnya yang semua itu berada di atas langit.
Hanya sebatas itu yang beliau ceritakan, tidak ada lagi penghuni langit lainnya
yang beliau ceritakan, semisal manusia lain di langit sana. Jika memang ada
manusia lain di langit sana maka beliau pasti mengabarkannya kepada kita tetapi
tidak didapati riwayat mengenai hal tersebut.
Ada juga
yang berdalil dengan hadits yang mengisahkan perjalanan hidup Uwais Al-Qorniy
serta wasiat Nabi kepada para Sahabat mengenainya. Di salahsatu sabdanya,
beliau berkata bahwa Uwais Al-Qorniy bukanlah penduduk bumi melainkan penduduk
langit. Secara zhohir hadits ini mengisyaratkan adanya manusia lain di
langit sana. Namun, lagi-lagi saya memiliki kemungkinan jawab dari syubhat
ini.
Pertama,
para ‘ulama seringkali basah lisannya dengan
nasehat-nasehat yang begitu gemerlap bak mutiara. Nasehat yang begitu terkenal
dari mereka seringkali tersiar hingga hari ini. “Jadilah engkau orang yang
dikenal oleh penduduk langit”, adalah salahsatunya. Kata nasehat ini sebenarnya
bisa digunakan untuk men-ta’wil makna penduduk langit bagi Uwais
Al-Qorniy. Bagaimana caranya? Uwais Al-Qorniy itu dikenal sebagai seorang yang
sholih, berbakti pada orangtuanya terkhusus kepada ibunya, berakhlak mulia, zuhud
dan waro’, serta kesholihannya tidak disangsikan lagi bahkan oleh
Rosululloh padahal Rosululoh tidak pernah bertemu dengan Uwais Al-Qorniy sama
sekali pun. Ketetapan ini disepakati oleh para ‘ulama ahli hadits dengan
menggolongkan Uwais Al-Qorniy ke dalam jajaran para Pembesar Tabi’in, bukan
sahabat. Jika Rosululloh tidak pernah bertemu dengan Uwais lalu bagaimana cara
beliau mengetahuinya dan dapat menyebutkan ciri-cirinya? Jawabannya ialah
melalui wahyu, karena Rosululloh itu tidak pernah mengatakan atau berbuat
kecuali berdasarkan wahyu. Perkara mengenai Uwais ini datang berdasarkan wahyu
yang diturunkan dari langit. Ini berarti Uwais telah sangat dikenal di langit
sana oleh para penduduk langit, khususnya dalam hal ini adalah para Malaikat.
Seseorang tidak mungkin sangat dikenal oleh oranglain kecuali seseorang itu
dekat dengan oranglain tersebut atau bagian dari oranglain tersebut, entah itu
keluarga, kelompok, ataupun masyarakat. Oleh sebab itulah, Uwais Al-Qorniy
dinisbatkan kepada penduduk langit karena ia telah sangat dikenal oleh para
penduduk langit sehingga seolah-olah ia bagian dari penduduk langit padahal
aslinya beliau adalah penduduk bumi.
Kedua, sebutan penduduk langit bagi Uwais Al-Qorniy bisa saja hanya
kiasan semata karena keluhuran akhlak dan budi pekerti serta kesholihan dan
berbakti pada orangtuanya yang sulit sekali mencari bandingannya dari manusia,
kecuali bila dibandingkan dengan penduduk langit. Kiasan yang serupa bisa kita
dapatkan dalam Al-Qur’an, yaitu dalam kisah Nabi Yusuf –‘Alaihissalam-.
“Maka
tatkala wanita-wanita itu melihatnya, mereka kagum kepada (keelokan rupa) nya,
dan mereka melukai (jari) tangannya dan berkata: ‘Maha sempurna Alloh, ini
bukanlah manusia. Sesungguhnya ini tidak lain hanyalah malaikat yang mulia.’
“ [QS. Yusuf : 31]
Coba
perhatikan ayat yang digaris-bawahi! Apakah berdasarkan ayat tersebut kita bisa
mengatakan bahwa Nabi Yusuf –‘Alaihissalam- bukan manusia melainkan
malaikat yang mulia? Tentunya tidak, karena itu hanyalah kiasan para wanita
yang terpesona melihat ketampanan Nabi Yusuf –‘Alaihissalam- yang mereka
tidak bisa menemukan pembandingnya melainkan hanya malaikat.
Ketiga, Uwais Al-Qorniy itu mempunyai orangtua yang berasal dari suku
Murod, yaitu salahsatu suku yang ada di daerah Yaman. Katakanlah benar bahwa
Uwais itu penduduk langit maka pernyataan ini mengimplikasikan bahwa
orangtuanya dan nenek moyangnya juga yang berasal dari suku Murod termasuk
penduduk langit. Padahal suku ini telah ada jauh sebelum Rosululloh lahir, dan
waktu itu keadaan Yaman tak jauh berbeda dengan Makkah. Dengan demikian, apakah
mungkin penduduk langit itu melakukan kesyirikan? Tentunya pernyataan tersebut
suatu yang kontradiktif.
Keempat, saya telah menanyakan derajat hadits yang menceritakan tentang
Uwais Al-Qorniy kepada salahseorang ustadz yang menekuni ilmu hadits. Beliau
berkata bahwa mayoritas hadits yang menceritakannya berderajat shohih.
Hanya saja, lafadz “Dia adalah penduduk langit dan bukan penduduk bumi”
atau yang semakna dengannya adalah maudhu’ (palsu) berdasarkan pendapat
Al-Imam Adz-Dzahabi –Rohimahulloh- dalam kitab Siyar A’laamin
Nubalaa’.
Jadi, alhasil
dari pemaparan di atas telah sangat begitu jelas tentang kegamangan pendapat
yang saya komentari. Terutama jika mendasarkan pada kemungkinan jawab yang
keempat, begitu telak bahwa Uwais Al-Qorniy bukanlah manusia lain dari langit
sana.
Saya
rasa komentar untuk ta’wil hadits pertama cukup sedemikian. Saya
lanjutkan dengan hadits kedua,
====================================
“Kemudian mereka berjalan dan
berakhir di gunung Khumar, yaitu salah satu gunung di Baitul Maqdis. Kemudian
mereka berkata: “kita telah membantai penduduk bumi, mari kita membantai
penduduk langit.” Maka mereka melemparkan panah-panah dan tombak-tombak
mereka ke langit. Maka ALLAAH SWT kembalikan panah dan tombak-tombak mereka
dalam keadaan berlumuran darah.”
(HR. Muslim dalam kitab
Al-Fitan wa Asyrathus Sa’ah)
Note : Penduduk Langit pada
Hadis di atas tentu bukan Malaikat, karena Malaikat makhluk gaib, bagaimana
mereka bisa berlumuran darah? “
====================================
Hadits
di atas memang benar diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim –Rohimahulloh-
dalam kitab Shohih Muslim. Kalimat yang digaris-bawahi telah dijelaskan
oleh para ‘ulama bahwa panah-panah dan tombak-tombak yang dikembalikan dalam
keadaan berlumuran darah itu adalah tipu daya Alloh kepada ya’juj dan ma’juj
sehingga seolah-olah mereka benar-benar telah membunuh penduduk langit padahal
nyatanya tidak sama sekali. Bahkan dalam riwayat lainnya disebutkan bahwa
ya’juj dan ma’juj mengarahkan panah-panah dan tombak-tombak mereka ke langit
dengan maksud untuk membunuh Alloh –Subhanahu Wa Ta’ala- karena mereka
mengetahui bahwa Tuhannya orang-orang muslim ada di atas langit. Mereka merasa
sombong dengan kekuatan yang mereka miliki. Dengan tipu daya itulah kesombongan
mereka mencapai puncaknya hingga Alloh pun akhirnya mengadzab mereka dengan
adzab yang pedih. Jadi, termasuk kesalahpahaman apabila mengartikan darah-darah
yang berlumuran pada panah-panah dan tombak-tombak mereka adalah benar-benar
darah penduduk langit. Lagi pula, panah dan tombak itu hanya mencapai langit
dunia saja atau mungkin tidak sama sekali, mengingat langit dunia itu luas.
Dalam hadits disebutkan bahwa langit dunia adalah langit yang manusia masih
bisa melihat bintang. Belum lagi dengan langit-langit lainnya yang kita tahu
langit itu ada tujuh lapis dan jarak masing-masing lapisan bagaikan perjalanan
selama 500 tahun. Dengan keterangan ini juga seharusnya telah jelas bahwa apa
yang dimaksudkan dalam hadits di atas adalah tipu daya, bukan yang sebenarnya.
Ok, kita
lanjutkan dengan hadits ketiga! Dan saya rasa riwayat inilah yang paling cocok
untuk mendukung praduga Kang Autumnfairy. Hanya saja, apakah riwayat ini
shohih ataukah tidak? Tentu, perlu diperiksa terlebih dahulu.
==================================
“Pendapat Ibnu Abbas r.a. Abu
Dhahi meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas ra membaca ayat, “Allah yg menciptakan
tujuh langit dan dari bumi juga serupa,” lalu berkata, “ada tujuh bumi dan di
setiap bumi terdapat nabi- nabi seperti nabi-nabi kalian. Ada Adam seperti nabi
Adam, ada Nuh seperti nabi Nuh, ada Ibrahim seperti nabi Ibrahim, dan ada Isa
seperti nabi Isa.”
Note : Imam Suyuthi ketika
ditanya tentang hadits yang diriwayatkan oleh Baihaqi dari Abi adh Dhuha dari
Ibnu Abbas tentang,”Di setiap bumi terdapat Adam seperti Adam kalian, Nuh
seperti Nuh kalian, Ibrahim seperti Ibrahim kalian, Isa seperti Isa kalian dan
seorang Nabi seperti Nabi kalian.” Maka beliau (Suyuthi) menjawab bahwa hadits
itu diriwayatkan oleh Hakim didalam “al Mustadrak” dan dia (Hakim) mengatakan
bahwa hadits itu memiliki sanad yang Shahih…”
==================================
Saya
telah mencari penjelasan mengenai riwayat ucapan Ibnu ‘Abbas –Rodhiyallohu
‘Anhu- di atas. Akhirnya saya mendapatkan salahsatunya, yaitu artikel yang
dimuat di eramuslim.com sebagai jawaban atas pertanyaan yang dilayangkan
kepadanya. Dari artikel tersebut diketahui bahwa perkataan Ibnu ‘Abbas –Rodhiyallohu
‘Anhu- di atas dibawakan oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Atsqolani –Rohimahulloh-
dalam kitab karyanya, Kitab Fathul Bari. Beliau membawakan perkataan
tersebut berdasarkan riwayat Al-Imam Al-Baihaqi –Rohimahulloh- dalam
kitab Syu’abul Iman dan Al-Imam Al-Hakim –Rohimahulloh- dalam kitab Al-Mustadrok.
Beliau berkomentar mengenai sanad yang dibawakan oleh Al-Imam
Al-Baihaqi -Rohimahulloh-bahwa sanad-nya shohih hanya saja
terdapat syadz (keganjilan) pada rowi yang bernama Murroh.
Pendapat serupa juga dilontarkan oleh Al-Imam As-Suyuthi –Rohimahulloh-
dalam kitab Al-Haawi Lil Fatawa. Bahkan beliau men-ta’wil perkataan
Ibnu ‘Abbas –Rodhiyallohu ‘Anhu- itu dengan mengucapkan,
“Bahwa
yang dimaksud dengan mereka adalah para pemberi peringatan yang menyampaikan
da’wah di kalangan jin tentang para Nabi manusia, dan tidak mustahil apabila
kemudian mereka dinamakan dengan nama-nama para Nabi.”
Berdasarkan keterangan ini,
sepertinya Kang Bellato Union kurang lengkap dalam mengutip perkataan
Al-Imam As-Suyuthi -Rohimahulloh- sehingga terlihat “terburu-buru” untuk
menyimpulkan bahwa yang dimaksudkan oleh Ibnu ‘Abbas –Rodhiyallohu ‘Anhu-
adalah makhluk lain dari “Dunia Paralel” atau dunia lainnya.
Selain mencari dari
artikel-artikel, saya juga menanyakan riwayat di atas pada salahseorang ustadz
yang berkompeten. Beliau menjawab dengan membawakan perkatan Asy-Syaikh
Muallimiy dalam kitab Al-Anwarul Kasyifah ketika mengomentari sanad
yang dibawakan oleh Al-Imam Al-Baihaqi –Rohimahulloh-,
“Aku
berkata : adapun sanadnya tidak shahih, dikarenakan melewati jalan Syarik dari
'Atha bin As Saa'ib dari Abu Dhuha dari Ibnu Abbas, dan Syarik mudallis banyak
kelirunya, 'Atha berubah hafalannya sebelum kematiannya dan Syarik mendengar
darinya setelah terjadinya perubahan hafalan tersebut...”
Kesimpulan
mengenai riwayat tersebut apakah bisa dijadikan hujjah ataukah tidak
ialah cukup dengan perkataan Al-Imam Ibnu Katsir –Rohimahulloh- dalam
kitab Al-Bidayah Wan Nihayah bahwa jika hadits itu benar-benar (shohih)
berasal dari Ibnu ‘Abbas –Rodhiyallohu ‘Anhu- maka sesungguhnya
beliau telah mengambilnya dari (riwayat) Isroiliyat, yaitu riwayat yang
beredar di masyarakat arab sedangkan sumber riwayat tersebut berasal dari
orang-orang Ahlul Kitab (Yahudi dan Nashroni) yang membawakannya tanpa sanad
sehingga tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Oleh
karena itu, apakah mungkin kita akan menerima riwayat yang seperti itu?!.
Dengan
demikian, inilah akhir komentar saya terhadap tulisan Kang Bellato Union
yang inti dari tulisan saya di atas ialah meragukan penafsiran yang ada dalam
tulisan Kang Bellato Union. Alasannya? Ya, sebagaimana yang telah saya
bawakan di atas. Selain itu, komentar saya di atas juga berperan sebagai
komentar untuk tulisan Kang Autumnfairy point 1 dalam menjawab
permasalahan mengenai apakah ada manusia lain di langit sana ataukah tidak.
Sedangkan untuk permasalahan apakah ada planet lain yang cocok untuk ditinggali
oleh manusia akan coba saya komentari di sesi berikutnya, Insya Allohu
Ta’ala. []
***
Lihat Tulisan sebelumnya di artikel yang berjudul "Apakah Ada Kholifah Sebelum Manusia?"
NB : Tulisan ini juga telah termuat di web ini
___________________________
Referensi :
> http://id.wikipedia.org/wiki/Uwais_al-Qarny
> http://gizanherbal.wordpress.com/2011/02/18/selebritis-langit/
> http://al-atsariyyah.com/keutamaan-berdakwah.html
> http://kaahil.wordpress.com/2012/09/23/lengkap-kisah-yajuj-wa-majuj-tembok-benteng-dzulqornain-apakah-mereka-sudah-ada-sekarang-dimanakah-lokasi-yajuj-majuz-apakah-di-rusia-sovietchina-benarkah-mereka-adala/
> http://ibnuabbaskendari.wordpress.com/2010/09/21/keutamaan-menyebarkan-ilmu-agama/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Para Pengunjung yang budiman! Silahkan untuk memberikan saran, kritikan, dan komentarnya mengenai artikel yang ada di web ini. Namun, tetap memperhatikan etika dalam memberikan saran, kritikan, dan komentar.