Laman

Jumat, 29 Agustus 2014

Apakah Ada Manusia Lain di Luar Sana?




Sekarang kita berpindah ke point satu dari tulisan Kang Autumnfairy, Manusia Lain di Planet Lain :

===================================
“Apakah Tuhan memang menciptakan Adam sebagai manusia pertama di Bumi? Mungkin. Tapi, kalian semua pasti tahu, Planet Bumi hanyalah segelintir butiran pasir pada tepi pantai yang luar biasa luas. Sistem Matahari (Tata Surya) kita pun, bukanlah apa-apa dibandingkan dengan bintang-bintang lainnya. Bahkan, Galaksi Bima Sakti (Milky Way) pun bukanlah merupakan galaksi yang terbesar. Sangatlah mungkin jika terdapat berjuta-juta planet lain yang sangat mirip dengan Bumi, dan (tentu saja) memiliki spesies Manusia yang lebih tua, diciptakan jauh sebelum masa (nabi) Adam di Bumi.”
===================================

Saya sendiri tidak tahu apakah memang ada manusia lain di planet selain bumi ataukah tidak. Mengembalikan permasalahan ini kepada Al-Qur’an dan Hadits tentunya merupakan jalan terbaik. Ada beberapa hadits yang sering digunakan sebagai dalil mengenai “penghuni langit”. Diantaranya sebagaimana yang dibawakan oleh Bellato Union dalam tulisannya yang berjudul “Bukti Arkeologis, Keberadaan Penghuni Langit DiBumi?”. Namun, tulisan tersebut tidak begitu jelas dalam menerangkan siapakah “penghuni langit” yang dimaksudkan, apakah manusia ataukah makhluk lain?!. Dalam kesempatan ini, saya akan sedikit membagi pemikiran saya yang berhubungan dengan point ke-1 dari tulisan Kang Autumnfairy dan Kang Bellato Union.
Karena point ke-1 dari tulisan Kang Autumnfairy hanya menggunakan asas praduga maka saya akan memulainya dari tulisan Kang Bellato Union. Dalam tulisannya, Kang Bellato Union membawakan dalil,

======================================
“Sesungguhnya Allah dan para Malaikat-Nya, serta para penghuni langit dan bumi, bahkan semut yang ada di dalam lubangnya dan juga ikan, akan mendo’akan orang yang mengajarkan kebaikan kepada ummat manusia”. (At-Tirmidzi, Kitab “al-’Ilm”, Bab “Maa Jaa- a fii Fadhlil Fiqhi ‘alal ‘Ibaadah” (V/50, no. 2685). Dishahihkan oleh al-Albani dalam kitab Shahiih Sunanut Tirmidzi (II/343). Lihat pula kitab Misykaatul Mashaahiih dengan tahqiq al-Albani (I/74, no. 213).

Note : Pada Hadis di atas, Rasulullah membedakan antara Malaikat dengan Penghuni Langit.
===================================

Saya berusaha mengecek kredibilitas hadits tersebut dari berbagai tulisan. Dan saya dapatkan bahwa hadits tersebut berderajat dho’if dari sisi sanad akan tetapi karena memiliki penguat dari hadits-hadits lainnya yang berderajat shohih maka hadits di atas pun terangkat derajatnya menjadi hasan shohih, begitulah penuturan Imam At-Tirmidzi dan Syaikh Al-Albani –Rohimahumalloh-. 

Di bawah hadits tersebut terdapat catatan bahwa di sana terjadi dua penyebutan, yaitu para Malaikat dan Penghuni Langit sehingga hal ini memungkinkan perbedaan antara Malaikat dan penghuni langit. Secara zhohir, hadits di atas memberitahukan bahwa penghuni langit adalah makhluk selain para Malaikat. Apakah memang benar seperti itu? Saya memiliki kemungkinan jawaban dari dua sisi :

Pertama, pemisahan penyebutan antara para Malaikat dan penghuni langit itu tidak selalu berarti bahwa keduanya berbeda, bisa jadi keduanya sama atau bagian dari yang lainnya. Pemisahan itu terjadi karena para Malaikat itu begitu mulia di sisi Alloh –Subhanahu Wa Ta’ala- sehingga penyebutan mereka disandingkan dengan nama-Nya. Pemahaman serupa dapat kita peroleh dalam Surat Al-Qodr ayat ke-4, 

“Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Ar-Ruuh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan.”
 
Pada ayat di atas terlihat jelas bahwa malaikat-malaikat dan Jibril dipisahkan penyebutannya. Lantas, apakah dengan demikian kita bisa mengatakan bahwa Jibril itu bukan malaikat? Tentu saja tidak melainkan jawabannya sebagaimana yang telah dipaparkan di atas.

Kedua, bisa jadi memang keduanya berbeda. Akan tetapi, bukan berarti penghuni langit itu sejenis makhluk seperti alien yang sering digambarkan di film-film. Untuk memahami siapa itu penghuni langit tentunya harus melirik hadits-hadits lain yang berkaitan dengan hal ini. Salahsatunya ialah hadits mengenai perjalanan isro’-mi’roj Nabi –Shollallohu ‘Alaihi Wasallam-. Beliau menceritakan mengenai pertemuannya dengan para penghuni langit, yaitu para Malaikat, ruh para Nabi dan Rosul, dan Nabi ‘Isa Ibnu Maryam –‘Alaihimussalam-. Selain itu beliau juga bercerita mengenai keadaan ruh orang-orang yang mati syahid di dalam surga beserta dengan bidadari-bidadari yang ada di dalamnya yang semua itu berada di atas langit. Hanya sebatas itu yang beliau ceritakan, tidak ada lagi penghuni langit lainnya yang beliau ceritakan, semisal manusia lain di langit sana. Jika memang ada manusia lain di langit sana maka beliau pasti mengabarkannya kepada kita tetapi tidak didapati riwayat mengenai hal tersebut.

Ada juga yang berdalil dengan hadits yang mengisahkan perjalanan hidup Uwais Al-Qorniy serta wasiat Nabi kepada para Sahabat mengenainya. Di salahsatu sabdanya, beliau berkata bahwa Uwais Al-Qorniy bukanlah penduduk bumi melainkan penduduk langit. Secara zhohir hadits ini mengisyaratkan adanya manusia lain di langit sana. Namun, lagi-lagi saya memiliki kemungkinan jawab dari syubhat ini.

Pertama, para ‘ulama seringkali basah lisannya dengan nasehat-nasehat yang begitu gemerlap bak mutiara. Nasehat yang begitu terkenal dari mereka seringkali tersiar hingga hari ini. “Jadilah engkau orang yang dikenal oleh penduduk langit”, adalah salahsatunya. Kata nasehat ini sebenarnya bisa digunakan untuk men-ta’wil makna penduduk langit bagi Uwais Al-Qorniy. Bagaimana caranya? Uwais Al-Qorniy itu dikenal sebagai seorang yang sholih, berbakti pada orangtuanya terkhusus kepada ibunya, berakhlak mulia, zuhud dan waro’, serta kesholihannya tidak disangsikan lagi bahkan oleh Rosululloh padahal Rosululoh tidak pernah bertemu dengan Uwais Al-Qorniy sama sekali pun. Ketetapan ini disepakati oleh para ‘ulama ahli hadits dengan menggolongkan Uwais Al-Qorniy ke dalam jajaran para Pembesar Tabi’in, bukan sahabat. Jika Rosululloh tidak pernah bertemu dengan Uwais lalu bagaimana cara beliau mengetahuinya dan dapat menyebutkan ciri-cirinya? Jawabannya ialah melalui wahyu, karena Rosululloh itu tidak pernah mengatakan atau berbuat kecuali berdasarkan wahyu. Perkara mengenai Uwais ini datang berdasarkan wahyu yang diturunkan dari langit. Ini berarti Uwais telah sangat dikenal di langit sana oleh para penduduk langit, khususnya dalam hal ini adalah para Malaikat. Seseorang tidak mungkin sangat dikenal oleh oranglain kecuali seseorang itu dekat dengan oranglain tersebut atau bagian dari oranglain tersebut, entah itu keluarga, kelompok, ataupun masyarakat. Oleh sebab itulah, Uwais Al-Qorniy dinisbatkan kepada penduduk langit karena ia telah sangat dikenal oleh para penduduk langit sehingga seolah-olah ia bagian dari penduduk langit padahal aslinya beliau adalah penduduk bumi.

Kedua, sebutan penduduk langit bagi Uwais Al-Qorniy bisa saja hanya kiasan semata karena keluhuran akhlak dan budi pekerti serta kesholihan dan berbakti pada orangtuanya yang sulit sekali mencari bandingannya dari manusia, kecuali bila dibandingkan dengan penduduk langit. Kiasan yang serupa bisa kita dapatkan dalam Al-Qur’an, yaitu dalam kisah Nabi Yusuf –‘Alaihissalam-.

“Maka tatkala wanita-wanita itu melihatnya, mereka kagum kepada (keelokan rupa) nya, dan mereka melukai (jari) tangannya dan berkata: ‘Maha sempurna Alloh, ini bukanlah manusia. Sesungguhnya ini tidak lain hanyalah malaikat yang mulia.’ “ [QS. Yusuf : 31]

Coba perhatikan ayat yang digaris-bawahi! Apakah berdasarkan ayat tersebut kita bisa mengatakan bahwa Nabi Yusuf –‘Alaihissalam- bukan manusia melainkan malaikat yang mulia? Tentunya tidak, karena itu hanyalah kiasan para wanita yang terpesona melihat ketampanan Nabi Yusuf –‘Alaihissalam- yang mereka tidak bisa menemukan pembandingnya melainkan hanya malaikat. 

Ketiga, Uwais Al-Qorniy itu mempunyai orangtua yang berasal dari suku Murod, yaitu salahsatu suku yang ada di daerah Yaman. Katakanlah benar bahwa Uwais itu penduduk langit maka pernyataan ini mengimplikasikan bahwa orangtuanya dan nenek moyangnya juga yang berasal dari suku Murod termasuk penduduk langit. Padahal suku ini telah ada jauh sebelum Rosululloh lahir, dan waktu itu keadaan Yaman tak jauh berbeda dengan Makkah. Dengan demikian, apakah mungkin penduduk langit itu melakukan kesyirikan? Tentunya pernyataan tersebut suatu yang kontradiktif.

Keempat, saya telah menanyakan derajat hadits yang menceritakan tentang Uwais Al-Qorniy kepada salahseorang ustadz yang menekuni ilmu hadits. Beliau berkata bahwa mayoritas hadits yang menceritakannya berderajat shohih. Hanya saja, lafadz “Dia adalah penduduk langit dan bukan penduduk bumi” atau yang semakna dengannya adalah maudhu’ (palsu) berdasarkan pendapat Al-Imam Adz-Dzahabi –Rohimahulloh- dalam kitab Siyar A’laamin Nubalaa’

Jadi, alhasil dari pemaparan di atas telah sangat begitu jelas tentang kegamangan pendapat yang saya komentari. Terutama jika mendasarkan pada kemungkinan jawab yang keempat, begitu telak bahwa Uwais Al-Qorniy bukanlah manusia lain dari langit sana.

Saya rasa komentar untuk ta’wil hadits pertama cukup sedemikian. Saya lanjutkan dengan hadits kedua,

====================================
“Kemudian mereka berjalan dan berakhir di gunung Khumar, yaitu salah satu gunung di Baitul Maqdis. Kemudian mereka berkata: “kita telah membantai penduduk bumi, mari kita membantai penduduk langit.” Maka mereka melemparkan panah-panah dan tombak-tombak mereka ke langit. Maka ALLAAH SWT kembalikan panah dan tombak-tombak mereka dalam keadaan berlumuran darah.
(HR. Muslim dalam kitab Al-Fitan wa Asyrathus Sa’ah) 

Note : Penduduk Langit pada Hadis di atas tentu bukan Malaikat, karena Malaikat makhluk gaib, bagaimana mereka bisa berlumuran darah? “
====================================

Hadits di atas memang benar diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim –Rohimahulloh- dalam kitab Shohih Muslim. Kalimat yang digaris-bawahi telah dijelaskan oleh para ‘ulama bahwa panah-panah dan tombak-tombak yang dikembalikan dalam keadaan berlumuran darah itu adalah tipu daya Alloh kepada ya’juj dan ma’juj sehingga seolah-olah mereka benar-benar telah membunuh penduduk langit padahal nyatanya tidak sama sekali. Bahkan dalam riwayat lainnya disebutkan bahwa ya’juj dan ma’juj mengarahkan panah-panah dan tombak-tombak mereka ke langit dengan maksud untuk membunuh Alloh –Subhanahu Wa Ta’ala- karena mereka mengetahui bahwa Tuhannya orang-orang muslim ada di atas langit. Mereka merasa sombong dengan kekuatan yang mereka miliki. Dengan tipu daya itulah kesombongan mereka mencapai puncaknya hingga Alloh pun akhirnya mengadzab mereka dengan adzab yang pedih. Jadi, termasuk kesalahpahaman apabila mengartikan darah-darah yang berlumuran pada panah-panah dan tombak-tombak mereka adalah benar-benar darah penduduk langit. Lagi pula, panah dan tombak itu hanya mencapai langit dunia saja atau mungkin tidak sama sekali, mengingat langit dunia itu luas. Dalam hadits disebutkan bahwa langit dunia adalah langit yang manusia masih bisa melihat bintang. Belum lagi dengan langit-langit lainnya yang kita tahu langit itu ada tujuh lapis dan jarak masing-masing lapisan bagaikan perjalanan selama 500 tahun. Dengan keterangan ini juga seharusnya telah jelas bahwa apa yang dimaksudkan dalam hadits di atas adalah tipu daya, bukan yang sebenarnya.

Ok, kita lanjutkan dengan hadits ketiga! Dan saya rasa riwayat inilah yang paling cocok untuk mendukung praduga Kang Autumnfairy. Hanya saja, apakah riwayat ini shohih ataukah tidak? Tentu, perlu diperiksa terlebih dahulu.

==================================
“Pendapat Ibnu Abbas r.a. Abu Dhahi meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas ra membaca ayat, “Allah yg menciptakan tujuh langit dan dari bumi juga serupa,” lalu berkata, “ada tujuh bumi dan di setiap bumi terdapat nabi- nabi seperti nabi-nabi kalian. Ada Adam seperti nabi Adam, ada Nuh seperti nabi Nuh, ada Ibrahim seperti nabi Ibrahim, dan ada Isa seperti nabi Isa.”
Note : Imam Suyuthi ketika ditanya tentang hadits yang diriwayatkan oleh Baihaqi dari Abi adh Dhuha dari Ibnu Abbas tentang,”Di setiap bumi terdapat Adam seperti Adam kalian, Nuh seperti Nuh kalian, Ibrahim seperti Ibrahim kalian, Isa seperti Isa kalian dan seorang Nabi seperti Nabi kalian.” Maka beliau (Suyuthi) menjawab bahwa hadits itu diriwayatkan oleh Hakim didalam “al Mustadrak” dan dia (Hakim) mengatakan bahwa hadits itu memiliki sanad yang Shahih…”
==================================

Saya telah mencari penjelasan mengenai riwayat ucapan Ibnu ‘Abbas –Rodhiyallohu ‘Anhu- di atas. Akhirnya saya mendapatkan salahsatunya, yaitu artikel yang dimuat di eramuslim.com sebagai jawaban atas pertanyaan yang dilayangkan kepadanya. Dari artikel tersebut diketahui bahwa perkataan Ibnu ‘Abbas –Rodhiyallohu ‘Anhu- di atas dibawakan oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Atsqolani –Rohimahulloh- dalam kitab karyanya, Kitab Fathul Bari. Beliau membawakan perkataan tersebut berdasarkan riwayat Al-Imam Al-Baihaqi –Rohimahulloh- dalam kitab Syu’abul Iman dan Al-Imam Al-Hakim –Rohimahulloh- dalam kitab Al-Mustadrok. Beliau berkomentar mengenai sanad yang dibawakan oleh Al-Imam Al-Baihaqi -Rohimahulloh-bahwa sanad-nya shohih hanya saja terdapat syadz (keganjilan) pada rowi yang bernama Murroh. Pendapat serupa juga dilontarkan oleh Al-Imam As-Suyuthi –Rohimahulloh- dalam kitab Al-Haawi Lil Fatawa. Bahkan beliau men-ta’wil perkataan Ibnu ‘Abbas –Rodhiyallohu ‘Anhu- itu dengan mengucapkan,

Bahwa yang dimaksud dengan mereka adalah para pemberi peringatan yang menyampaikan da’wah di kalangan jin tentang para Nabi manusia, dan tidak mustahil apabila kemudian mereka dinamakan dengan nama-nama para Nabi.” 

Berdasarkan keterangan ini, sepertinya Kang Bellato Union kurang lengkap dalam mengutip perkataan Al-Imam As-Suyuthi -Rohimahulloh- sehingga terlihat “terburu-buru” untuk menyimpulkan bahwa yang dimaksudkan oleh Ibnu ‘Abbas –Rodhiyallohu ‘Anhu- adalah makhluk lain dari “Dunia Paralel” atau dunia lainnya.

Selain mencari dari artikel-artikel, saya juga menanyakan riwayat di atas pada salahseorang ustadz yang berkompeten. Beliau menjawab dengan membawakan perkatan Asy-Syaikh Muallimiy dalam kitab Al-Anwarul Kasyifah ketika mengomentari sanad yang dibawakan oleh Al-Imam Al-Baihaqi –Rohimahulloh-,

“Aku berkata : adapun sanadnya tidak shahih, dikarenakan melewati jalan Syarik dari 'Atha bin As Saa'ib dari Abu Dhuha dari Ibnu Abbas, dan Syarik mudallis banyak kelirunya, 'Atha berubah hafalannya sebelum kematiannya dan Syarik mendengar darinya setelah terjadinya perubahan hafalan tersebut...

Kesimpulan mengenai riwayat tersebut apakah bisa dijadikan hujjah ataukah tidak ialah cukup dengan perkataan Al-Imam Ibnu Katsir –Rohimahulloh- dalam kitab Al-Bidayah Wan Nihayah bahwa jika hadits itu benar-benar (shohih) berasal dari Ibnu ‘Abbas –Rodhiyallohu ‘Anhu- maka sesungguhnya beliau telah mengambilnya dari (riwayat) Isroiliyat, yaitu riwayat yang beredar di masyarakat arab sedangkan sumber riwayat tersebut berasal dari orang-orang Ahlul Kitab (Yahudi dan Nashroni) yang membawakannya tanpa sanad sehingga tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. 

Oleh karena itu, apakah mungkin kita akan menerima riwayat yang seperti itu?!.

Dengan demikian, inilah akhir komentar saya terhadap tulisan Kang Bellato Union yang inti dari tulisan saya di atas ialah meragukan penafsiran yang ada dalam tulisan Kang Bellato Union. Alasannya? Ya, sebagaimana yang telah saya bawakan di atas. Selain itu, komentar saya di atas juga berperan sebagai komentar untuk tulisan Kang Autumnfairy point 1 dalam menjawab permasalahan mengenai apakah ada manusia lain di langit sana ataukah tidak. Sedangkan untuk permasalahan apakah ada planet lain yang cocok untuk ditinggali oleh manusia akan coba saya komentari di sesi berikutnya, Insya Allohu Ta’ala. []


***


Lihat Tulisan sebelumnya di artikel yang berjudul "Apakah Ada Kholifah Sebelum Manusia?"

NB : Tulisan ini juga telah termuat di web ini
___________________________

Referensi :


> http://www.eramuslim.com/ustadz-menjawab/tujuh-lapis-bumi.htm#.UwP76DeeuiJ
> http://id.wikipedia.org/wiki/Uwais_al-Qarny
> http://gizanherbal.wordpress.com/2011/02/18/selebritis-langit/
> http://al-atsariyyah.com/keutamaan-berdakwah.html
> http://kaahil.wordpress.com/2012/09/23/lengkap-kisah-yajuj-wa-majuj-tembok-benteng-dzulqornain-apakah-mereka-sudah-ada-sekarang-dimanakah-lokasi-yajuj-majuz-apakah-di-rusia-sovietchina-benarkah-mereka-adala/
> http://ibnuabbaskendari.wordpress.com/2010/09/21/keutamaan-menyebarkan-ilmu-agama/


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Para Pengunjung yang budiman! Silahkan untuk memberikan saran, kritikan, dan komentarnya mengenai artikel yang ada di web ini. Namun, tetap memperhatikan etika dalam memberikan saran, kritikan, dan komentar.