Dahulu
ada seorang Syaikh ahli hadits yang mengajarkan hadits-hadits di daerah
Dimasyq. Dan Syaikh tersebut memiliki murid yang cukup banyak. Setiap kali
Syaikh tsb menyampaikan ilmu maka Syaikh membuat tabir atau penutup wajah
antara dirinya dengan para murid sehingga selama mereka belajar di sana tidak
pernah sekali pun mereka melihat wajah gurunya. Rasa penasaran para murid pun
semakin menjadi, hingga salah seorang diantara mereka yang merupakan murid yang
paling semangat dalam menuntut ilmu dan paling cerdas membuntuti Syaikh hingga
sampai dirumahnya. Akhirnya, Syaikh pun mengetahui hal tersebut dan kemudian
Syaikh bertanya kepada muridnya itu tentang maksud dan tujuannya melakukan hal
tersebut.
“Ya,
Syaikh! Engkau adalah guru kami dan kami sangat menghormatimu. Kami telah
belajar kepadamu beberapa lama akan tetapi kami tidak pernah sekali pun melihat
wajahmu, engkau selalu menutupnya dari kami. Oleh karena itu, kami penasaran
akan hal itu maka ijinkanlah kami untuk melihat wajahmu agar kami dapat mengenalimu
jika bertemu dijalan sehingga kami dapat melakukan penghormatan kepadamu
selayaknya penghormatan seorang murid kepada gurunya!”, Ucap Sang Murid
berusaha menerangkan kepada Syaikh.
“Wahai,
anakku! Sungguh, aku menutup wajahku dari kalian karena buruknya rupaku, tak
pantas aku memperlihatkannya kepada kalian sedangkan kalian waktu itu dalam
jumlah yang banyak. Namun, sekarang aku akan membuka tabir antara aku
denganmu!”, jawab Syaikh sambil membuka penutup wajahnya.
Ketika
tabir itu tersingkap, betapa terkejutnya Sang Murid melihat wajah gurunya. Ia
tak percaya dengan apa yang dia lihat dengan mata kepalanya sendiri, ia
tertegun beberapa lama karenanya. Dari rona wajahnya tersirat rasa kaget,
penasaran, dan juga pilu. Ia tak percaya, ia melihat wajah gurunya serupa
dengan wajah seekor keledai, ya...seekor keledai. Melihat gelagat Sang Murid,
Syaikh kemudian menjelaskan perihal mengapa hal itu bisa menimpa dirinya,
“Wahai,
anakku! Aku dahulu adalah seorang yang meremehkan dan menghinakan sebuah hadits
shohih, yaitu hadits yang berbunyi :
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَمَا يَخْشَى أَحَدُكُمْ أَوْ أَلَا يَخْشَى أَحَدُكُمْ إِذَا رَفَعَ
رَأْسَهُ قَبْلَ الْإِمَامِ أَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ رَأْسَهُ رَأْسَ حِمَارٍ أَوْ
صُورَتَهُ صُورَةَ حِمَارٍ
Artinya
: Bersabda Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wasallam : “Tidakkah salah seorang dari kamu takut atau hendaklah salah seorang
dari kamu takut apabila mengangkat kepalanya mendahului imam bahwa Alloh akan
mengubah kepalanya seperti kepala keledai (Himar) atau mengubah rupanya menjadi
rupa keledai (Himar).” [HR. Bukhori (No.650)
& Muslim (No.647)]
Hadits
ini telah aku campakkan dengan mengatakan, “Hadits ini bohong! Tidak mungkin
hanya karena mendahului imam maka kepalanya atau wajahnya akan diubah seperti
kepala atau wajah keledai. Aku tidak percaya dengan hadits ini, Aku akan
buktikan bahwa hadits ini bohong!”. Setelah berkata seperti itu, aku pun
langsung mengamalkan apa yang aku ucapkan tersebut, aku sholat dibelakang imam
dengan cara mendahului hampir seluruh gerakkannya. Seusai sholat, aku pun
pulang ke rumah dan aku mendapati keluargaku berteriak histeris ketakutan
melihatku, seolah-olah mereka telah melihat hal yang menyeramkan pada diriku.
Saat itulah, aku tersadar bahwa wajahku telah berubah wujud menjadi wajah
seekor keledai dan mulai saat itu pulalah aku bertobat dari perkataan dan
perbuatanku tersebut. Oleh karena itu, hati-hatilah wahai anakku! Jangan sampai
engkau mendahului imam...”
Sumber Kisah : Al Qoulul Mufid fi Adillatit Tauhid karya Syaikh Muhammad bin Abdul
Wahhab Al-Wushobiy menukil dari Al-Qoulul Mubin fi Akhthoo’il Mushollin, hal 252.
=================================
Kisah
ini menjadi pelajaran bagi kita bahwa jangan sekali-kali kita sholat dibelakang
imam sedangkan gerakkan kita selalu mendahului imam. Hendaklah kita sholat
mengikuti imam, tidak mendahuluinya, tidak lebih lambat darinya, dan tidak
berbarengan dengannya. Ancaman dalam hadits ini juga berlaku bagi mereka yang
sholatnya gerakkan sholatnya lebih lambat dari imam (tanpa adanya udzur).
Namun, kejadian ini tdk selalu mutlak terjadi hanya saja kisah diatas bisa
dijadikan pelaran bagi kita...
Kisah ini juga menjadi pelajaran bagi kita
agar selalu menjaga dan memperhatikan ucapan dan perbuatan kita. Dan jangan
sampai pula kita mengedepankan akal dan hawa nafsu kita daripada dalil
Al-Qur’an dan As-Sunnah sehingga dengan akal dan hawa nafsu tersebut kita
berusaha untuk mencari pembenaran atas kekeliruan kita atau berusaha untuk
membantah dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah bahkan meragukan kebenaran keduanya
atau salahsatunya atau mungkin mengejek dan menghinakan salahsatu atau
keduanya. Kisah ini pun menjadi bukti bahwa apa yang dikatakan oleh Rosululloh
adalah suatu kebenaran dan siksaan yang dikabarkannya pun merupakan kenyataan,
tidak perlu menunggu di akhirat, di dunia pun akan langsung terjadi.
Oleh
karena itu pula, tidaklah pantas bagi kita sebagai seorang muslim mengolok-olok
(terutama dalam bersenda gurau) suatu ayat ataupun hadits dan As-Sunnah baik
itu yang berupa perintah, larangan, ataupun kisah, baik itu dilakukan secara
tidak sungguh-sungguh ataupun secara sungguh-sungguh. Alloh Subhanahu Wa Ta’ala
berfirman :
قل ابالله و ءايته
ورسوله كنتم تستهزءون، لاتعتذرواقد كفرتم بعد إيمنكم
Artinya
: “Katakanlah: ‘Apakah dengan Alloh, ayat-ayat-Nya dan
Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?’ Tidak
usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman.” (QS. At-Taubah :
65-66)
________________________________________________________________________________
Kisah di atas merupakan salahsatu faidah dari kajian pada hari sabtu, pukul 16.30-maghrib di Masjid Raya Cipaganti bersama Al-Ustadz Abu Haidar As-Sundawy -Hafizhohulloh-.
Cat : Kisah yang diceritakan di atas merupakan kisah yang saya tulis kembali dengan bahasa saya sendiri. Akan tetapi, Insya Alloh! Tidak mengubah isi ceritanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Para Pengunjung yang budiman! Silahkan untuk memberikan saran, kritikan, dan komentarnya mengenai artikel yang ada di web ini. Namun, tetap memperhatikan etika dalam memberikan saran, kritikan, dan komentar.